Tantangan Pelatih Pelita Jaya untuk Para Big Man: Menguasai Area Catatan dengan Agresifitas yang Tak Terbendung
Senin, 10 Maret 2025

Jakarta, Hangoutproject.id - Pelatih Pelita Jaya, Johannis Winar, atau yang akrab disapa Ahang, kini menghadapi tantangan besar dalam memperkuat lini depan timnya, terutama para big man yang menjadi tulang punggung di area cat.

 

Dengan tujuan besar untuk mendominasi paint area di setiap pertandingan, Ahang menuntut para pemain besar pelita Jaya untuk tampil lebih agresif—suatu sikap yang menjadi kunci utama dalam menciptakan pengaruh signifikan di lapangan. 

 

Dilansir dari iblindonesia.com, agresivitas bukan sekedar tuntutan, melainkan sebuah filosofi yang diusung oleh Ahang untuk memperkuat pondasi permainan tim. Bagi tim pelatih basket Indonesia ini, keberhasilan tim tidak hanya ditentukan oleh serangan tajam dan ketepatan tembakan, tetapi juga oleh kemampuan menguasai area krusial di bawah ring. Dengan melibatkan dig man secara lebih agresif, Ahang berharap Pelita Jaya dapat mendominasi paint area, baik dalam pertahanan maupun serangan. 

 

“Setiap big man yang bermain, saya ingin mereka agresif dan dominan, terutama dalam hal rebound—baik itu saat bertahan maupun menyerang,” ujar Ahang, menjelaskan filosofi permainan yang ingin diterapkan. 

 

Permintaan ini bukan tanpa alasan. Ahang ingin para pemain big man tidak ragu lagi untuk melepaskan tembakan, karena ia percaya ada rekan-rekannya yang siap membantu dengan melakukan rebound.

 

Hal ini menjadi alasan utama agar tim dapat terus menjaga alur permainan dan menjaga momentum meski dalam situasi yang menantang. Rebound bukan sekedar mengambil bola pantul, tetapi juga menciptakan peluang-peluang baru yang berpotensi mengubah jalannya pertandingan. 

 

Salah satu contoh nyatanya terjadi pada pekan ketujuh IBL 2025, ketika Pelita Jaya bertanding melawan Pacific Caesar Surabaya pada Kamis, 6 Maret. Dalam pertandingan tersebut, Pelita Jaya menunjukkan agresifitas yang telah diminta oleh sang pelatih dengan membungkam tim tamu dengan skor telak 78 - 10. Kemenangan tersebut tak hanya menggambarkan solidaritas tim, tetapi juga keberhasilan dalam menguasai paint area, yang tercermin dari 60 poin yang berhasil dicetak di area tersebut. 

 

Tak hanya itu, James Dickey, big man andalan Pelita Jaya, menjadi bintang dalam pertandingan tersebut dengan membukukan 16 angka. Ini adalah buah dari penerapan prinsip agresif yang diinginkan Ahang, yang secara tegas menginginkan Dickey untuk tidak hanya fokus pada serangan, tetapi juga harus dominan dalam perebutan bola pantul. “Saya dari awal maunya dia memang dominan dalam rebound, jangan sampai terbalik, pemain lain mau rebound sedangkan dia tidak mau rebound, jadi semua ada perannya masing-masing,” tegas Ahang.

 

Tantangan bagi big man Pelita Jaya tentu tak mudah. Selain mengembangkan kemampuan teknik dan fisik, mereka harus memiliki mentalitas untuk terus berjuang di area yang seringkali penuh tekanan.

 

Namun, dengan arahan yang jelas dari pelatih dan semangat untuk berkontribusi lebih bagi tim, tak ada yang mustahil bagi para pemain besar Pelita Jaya. Sebab, seperti yang ditunjukkan dalam laga melawan Pacific Caesar, ketika para big man bermain dengan penuh agresivitas, mereka bisa mengubah jalannya permainan dan membawa tim meraih membawa kemenangan gemilang.

 

Dengan terus berfokus pada dominasi paint area dan agresivitas dalam perebutan rebound, Pelita Jaya berpotensi menjadi tim yang tak hanya kuat di sisi serangan, tetapi juga menakutkan di sektor pertahanan. Tentunya, ini akan menjadi fondasi yang kokoh untuk meraih kesuksesan di kompetisi yang semakin ketat.

Pilihan Lainnya
Indonesia vs China 1-0: G...

Jakarta, Hangoutproject.id - 5 Juni 2025 — Stadion Utama Gelora Bung Karno kembali menjadi saksi sejarah. Di hadapan puluhan ribu suporter yang memadati tribun, Timnas Indonesia sukses menumbangkan China dengan skor tipis namun krusial, 1-0, dalam lanjutan fase Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. 

 

Kemenangan ini tak hanya mempertebal harapan Garuda untuk melangkah ke putaran keempat kualifikasi, tetapi juga sekaligus memupus mimpi Tim Naga—julukan tim nasional China—untuk tampil di panggung sepak bola terbesar sejagat. 

 

 

Gol Tunggal Berbalut Emosi 

Dilansir dari sindonews.com, satu-satunya gol dalam laga yang berlangsung sengit ini tercipta lewat titik putih. Di menit ke-43, Ricky Kambuaya dijatuhkan di dalam kotak penalti, memaksa wasit meninjau ulang insiden lewat VAR. Setelah keputusan dibuat, Ole Romeny maju sebagai algojo. Tanpa ragu, penyerang naturalisasi itu mengarahkan bola ke pojok gawang dan membuat SUGBK meledak dalam euforia. Gol ini menjadi gol ketiganya bersama tim Merah Putih—dan mungkin yang paling emosional sejauh ini. 

 

 

Pertarungan Penuh Gairah 

Sejak awal laga, tensi pertandingan langsung tinggi. Indonesia tampil percaya diri dan agresif, menggempur pertahanan China yang dikenal kokoh. Serangan silih berganti terjadi, dengan enam tendangan tercatat dilepaskan skuad Garuda, satu diantaranya mengarah tepat ke gawang. 

 

China bukan tanpa perlawanan. Mereka mengubah strategi di babak kedua dan nyaris menyamakan kedudukan dua menit selepas jeda. Namun, aksi sigap Emil Audero di bawah mistar menggagalkan peluang emas tersebut. 

 

Laga pun terus berlangsung panas hingga menit akhir. Kedua tim saling jual beli serangan, namun pertahanan disiplin dan semangat juang tinggi para pemain Indonesia mampu menjaga keunggulan hingga peluit panjang dibunyikan. 

 

 

Asa Garuda, Gugurnya Naga

Dengan kemenangan ini, Indonesia terus menjaga asa untuk lolos ke babak keempat kualifikasi. Performa solid yang ditunjukkan malam ini semakin menegaskan bahwa tim Merah Putih bukan sekedar penggembira di Grup C.

 

Sebaliknya, hasil ini menjadi pil pahit bagi China. Dengan satu laga tersisa dan hanya mengantongi enam poin, peluang mereka untuk tampil di Piala Dunia 2026 dipastikan sirna. Jalan menuju Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada resmi tertutup. 

 

 

Catatan Penting

 

- Skor Akhir: Indonesia 1-0 China 

- Pencetak Gol: Ole Romeney (43’ - penalti) 

- Pemain Terbaik: Emil Audero (penyelamatan krusial di babak kedua) 

- Kehadiran Penonton: ±70.000 orang di SUGBK 

 

Kemenangan atas China ini akan dikenang sebagai salah satu momen paling penting dalam perjalanan panjang Timnas Indonesia. Dengan satu laga tersisa di fase grup, seluruh mata kini tertuju ke langkah selanjutnya skuad Garuda. Satu hal pasti: semangat Merah Putih tengah menyala, dan dukungan suporter akan terus menjadi bahan bakar menuju mimpi besar bernama Piala Dunia.

Friday, 06 Jun 2025

Timnas Ind...
Sepak Bola
SUPER LEAGUE SEASON 1: Ak...

Jakarta, Hangoutproject.id - DARTSLIVE kembali hadir dengan gebrakan kompetisi bergengsi “SUPER LEAGUE SEASON 1”, sebuah liga darts berskala besar yang mempertemukan 23 tim dari berbagai penjuru Jakarta dan sekitarnya. Dengan format liga kandang-tandang (home and away), atmosfer kompetitif pun terasa semakin kental. 

 

 

Format Liga: Taktil, Strategi, dan Sinergi 

Dalam setiap pertandingan liga ini, masing-masing tim akan saling adu strategi melalui 7 pertandingan — terdiri dari 3 single dan 4 double. Format ini menuntut kekompakan tim, penempatan pemain yang cermat, serta mental juara dalam setiap pertandingan.

 

 

Week 2: Duel Seru di Afterhour PIK 

Pekan kedua SUPER LEAGUE SEASON 1 berlangsung pada hari Selasa malam pukul 19.30 WIB, serempak di 5 lokasi (shop) salah satunya Afterhour Billiard, PIK. Salah satu laga yang mencuri perhatian adalah pertemuan antara Tim Mr. P melawan Sparta Kratos

 

Line-up Tim Mr. P

- Benny Tandean

- Lourdy Yoso

- Angelika Friskylia

 

 

Line-up Sparta Kratos

- Sunny Kings Handoko

- Jojo Julianne

- Edo Tanuwijaya

- Benedictus Alexander Leo

 

 

Sejak pertandingan dimulai, Tim Mr. P tampil dengan percaya diri tinggi. Dengan kombinasi ketenangan Benny, keakuratan Lourdy, dan daya juang Angel, mereka mampu mengendalikan tempo permainan sejak awal hingga akhir. Meski Sparta Kratos sempat mencuri satu kemenangan di salah satu partai double, Tim Mr. P tetap terlalu tangguh. Hasil akhir: 6 - 1 untuk kemenangan telak Tim Mr. P.

 

 

Liga Bergengsi yang Menyatukan Komunitas Darts 

SUPER LEAGUE SEASON 1 bukan hanya soal kompetisi, tetapi juga tentang membangun komunitas. Liga ini mempertemukan 23 tim yang masing-masing diperkuat oleh 3 hingga 4 pemain, bertarung dalam sistem home and away yang berlangsung selama kurang lebih 3 bulan. Dengan dukungan penuh dari sponsor utama Mr. P, turnamen ini menjadi ajang pembuktian sekaligus persaudaraan antar pemain darts tanah air. 

 

Pertandingan dilangsungkan secara serentak di 5 lokasi utama (shop)

- Darts Hub, Sedayu City

- Firewok Eating House, Sunter

- Afterhour Billiard, PIK

- Buddy Pool, Kebon Jeruk

- Cartel Billiard, Gading Serpong

 

Dengan lokasi yang tersebar strategis, liga ini mampu menjangkau lebih banyak pecinta darts dan menciptakan atmosfer persaingan yang merata dan menyeluruh.

 

 

Puncak Liga: Grand Final 9 Agustus 2025 

Segala perjuangan, strategi, dan drama di sepanjang liga ini akan bermuara pada satu titik: Grand Final SUPER LEAGUE SEASON 1, yang akan digelar pada 9 Agustus 2025. Pertandingan penentu ini diyakini akan menyuguhkan duel sarat emosi, karena hanya satu tim yang berhak mengangkat trofi juara perdana liga ini. 

 

SUPER LEAGUE SEASON 1 telah membuka lembaran baru dalam kompetisi darts di Indonesia pekan demi pekan, cerita demi cerita, dan rivalitas antar tim menjadi warna dalam perjalanan menuju kejayaan. Pekan kedua menjadi bukti bahwa determinasi dan kekompakan bisa menjadi kunci kemenangan mutlak, seperti yang ditunjukkan oleh Tim Mr. P

 

Darts bukan sekedar permainan lempar anak panah. Di balik garis oche, ada cerita, ambisi, dan semangat sportivitas. Dan di SUPER LEAGUE SEASON 1, semuanya berpadu dalam harmoni yang memikat. 

 

GAME ON! SPIRIT ON!

Wednesday, 04 Jun 2025

Dartslive...
Hangoutpro...
Siapa Juara Darts yang Pa...

Jakarta, Hangoutproject.id - Dalam dunia darts yang penuh gemerlap, tidak semua juara mendapat sorotan yang layak. Nama-nama besar seperti Phil Taylor, Michael Van Gerwen, hingga sensasi muda Luke Littler tentu akrab di telinga penggemar. Namun bagaimana dengan mereka yang berjaya, namun seakan dilupakan sejarah? 

 

Dilansir dari dartsnews.com mantan pemain profesional dan pemenang Final Kejuaraan Pemain, Paul Nicholson, mencoba menjawab pertanyaan itu. Dalam kolom terbarunya untuk Sporting Life, pria berjuluk “The Asset” mengungkap tiga nama juara dunia yang menurutnya paling diremehkan sepanjang masa

 

Rob Cross: Juara Dunia yang Tak Pernah Benar-Benar Dirayakan

Rob Cross menembus dunia darts profesional dengan ledakan dahsyat. Hanya dua tahun setelah tampil di Challenge Tour, Cross mengalahkan Phil Taylor di final Kejuaraan Dunia 2018 dan menyabet gelar tertinggi. 

 

Namun, menurut Nicholson, kemenangan itu tidak disambut gegap gempita seperti yang didapatkan Littler atau Fallon Sherrock di masa kini. “Orang-orang masih belum mengerti betapa hebatnya Rob Cross,” tegasnya. “Sejak 2018, dia sudah main di 12 final utama dan memenangkan empat gelar, termasuk World Matchplay dan dua European Championship. Tapi gaungnya di luar arena? Hampir tidak ada.” 

 

Cross bukan tipikal bintang glamor. Ia bukan spesialis 180 yang memukau, tapi keandalan finishing dan kecintaannya pada treble 18 membuatnya menjadi salah satu eksekutor paling klinis dalam olahraga ini. Ia hanya belum mencapai satu final besar—World Grand Prix. selain itu, resume-nya nyaris lengkap. Tapi, entah kenapa, sorotan publik belum berpihak padanya

 

John Part – Sang Visioner dari Kanada 

Menyebut nama John Part mungkin akan membuat para penggemar darts senior mengangguk setuju. Tapi apakah namanya benar-benar disebut sejajar dengan Phil Taylor, Eric Bristow, atau John Lowe? Tidak juga, dan itu yang membuat Nicholson geleng-geleng kepala. 

 

“Seorang Kanada menang di Kejuaraan Dunia pada 1994? Itu seperti kisah dongen,” kenangnya. Tapi Part bukan one-hit wonder. Ia juara dunia tiga kali – di tiga arena berbeda: Lakeside, Circus Tavern, dan Alexandra Palace. Dan jangan lupa, ia pernah mengalahkan Phil Taylor dalam salah satu final paling legendaris sepanjang masa. 

 

Nicholson menegaskan, meski Part tidak dikenal dengan average tertinggi, “gelar tidak diberikan kepada pemain dengan angka 110 tapi gagal menang. Gelar diberikan kepada mereka yang tahu kapan harus membunuh permainan.” Dari kemenangan di Las Vegas hingga performa tangguh di UK Open 2018, John Part membuktikan ketangguhannya di berbagai era. Jarak antara gelar dunia pertamanya (1994) dan ketiganya (2008)? 14 tahun – sesuatu yang belum tentu bisa diulang, bahkan oleh bintang seperti Luke Littler di masa depan. 

 

Scott Waites – Tukang Kayu yang Menolak Jadi Selebriti 

Nama terakhir mungkin tidak sering muncul di arus utama, tapi Scott Waites adalah legenda di kalangan penggemar setia. Dua gelar dunia BDO, satu World Masters, Zuiderduin Masters, hingga kemenangan di Grand Slam 2010 – repertoarnya lengkap

 

Yang paling diingat Nicholson adalah momen saat Waites membalikkan ketertinggalan 0-8 menjadi menang 16-12 atas James Wade. Dengan rata-rata di atas 100, ia menunjukkan bahwa darts terbaiknya muncul saat menghadapi lawan terbaik

 

Namun, gaya hidup Waites jauh dari panggung gemerlap. “Scott menyukai hidupnya sebagai tukang kayu,” ujar Nicholson. “Ia suka bekerja, suka melempar darts tanpa sirkus dan kamera.” Ketika akhirnya ia pindah ke PDC pada 2020, masa emasnya sudah lewat. Tapi warisannya tetap utuh: juara dunia dua kali dan pemenang berbagai gelar besar, meski tidak pernah jadi headline. 

 

Diremehkan, Tapi Tak Terlupakan 

Ketiga nama ini — Rob Cross, John Part, dan Scott Waites – mungkin tidak selalu terpajang di dinding museum darts atau dibanjiri liputan media. Tapi prestasi mereka berbicara. Mereka adalah juara sejati yang membuktikan bahwa tak semua pemenang butuh sorotan terang untuk bersinar. 

 

Setuju dengan pilihan Paul Nicholson? Atau Anda punya jagoan lain yang juga layak disebut sebagai juara paling diremehkan? Sampaikan pendapat Anda – karena dalam dunia darts, kadang yang paling tenang adalah yang paling mematikan.

Tuesday, 03 Jun 2025

Dart
PDC